Tuesday 24 October 2017

KDRT DALAM HUKUM INDONESIA


Rumah tangga merupakan komunitas terkecil dari suatu masyarakat. Rumah tangga yang bahagia, aman, dan tentram selalu menjadi dambaan setiap orang. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh prinisp-prinsip agama. Hal ini penting ditumbuhkembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan hal tersebut, bergantung pada setiap orang dalam satu lingkup rumah tangga, terutama dalam kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang di lingkup rumah tangga tersebut.
Hasil gambar untuk kdrt
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat  terganggu, jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol. Pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah, melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga maka negara (state) wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan dan penindakan terhadap pelaku (vide: Pasal 11 UU No. 23 Tahun 2004).
Perempuan dan jaminan penghapusan KDRT
Fenomena kekerasan dalam rumah tangga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan (baca: istri) sering menjadi korban. Pihak perempuan selalu dijadikan subordinat kekerasan karena dianggap sebagai kaum lemah. Penindasan terhadap kaum perempuan, laki-laki (baca: suami) dianggap sebagai wujud superioritas. Budaya “patriarkhi” sebagai budaya yang berpusat pada nilai laki-laki merupakan basis bagi suburnya perilaku bias gender.
Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga sebenarnya merupakan masalah sosial serius namun kurang mendapat tanggapan dalam masyarakat, karena pertama, kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga memiliki ruang lingkup pribadi dalam area keluarga. Kedua, kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dianggap wajar dan sah, karena diyakini bahwa memperlakukan isteri sekehendak suami merupakan hak suami sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga. Ketiga, kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang terjadi dalam lembaga yang legal, yaitu lembaga perkawinan.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tujuan dibentuknya undang-undang tersebut adalah memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, memberikan penyadaran  terhadap masyarakat dan aparat pemerintah bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan pelanggaran HAM (in-humanity) dan sesuatu yang haus dihapuskan dalam praktek kehidupan.
Penyebab KDRT   
Tingginya tingkat kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh beberapa factor, seperti ;
Pertama,  faktor ekonomi. Faktor ekonomi dimaksud adalah masalah penghasilan suami, sehingga seringkali menjadi pemicu pertengkaran yang berakibat terjadinya kekerasan fisik. Alasan ekonomi memang pada umumnya menjadi penyebab. Adanya tuntutan istri yang selalu minta lebih kepada suami, sedangkan suami tidak mampu memenuhinya. Kasus yang lain yakni ketika istrinya selalu menghina, selalu mencela sang suami bahkan memaki-makinya kalau ada masalah di dalam rumah tangga. Bukan karena kurang uang, melainkan berlebih hanya dalam hal ini disebakan karena penghasilan istri yang memenuhi segala keperluan rumah tangga. Kalau suami merasa kesal diperlakukan demikian cekcok, maka biasanya berujung pada kekersan fisik.
Kedua, Faktor Perselingkuhan. Selain masalah ekonomi biasanya bukan karena kekurangan tetapi berlebih atau cukup, sehingga selain memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan cukup, juga memakai untuk membiayai hidup perempuan selingkuhnya, sehingga sedikit tersinggung langsung memaki-maki atau memukul istrinya karena untuk menutupi perselingkuhannya.

Penanggulangan KDRT
Adapun langkah-langkah yang dapat di lakukan oleh istri apabila mengalami kekerasan dalam rumah tangga :
Pertama, curhatlah pada orang yang dipercaya. Menceritakan kondisi keluarga pada orang lain, kerabat dekat, sahabat, atau tetangga yang biasa dipercaya pada saat tertentu bukanlah membuka aib. Namun istri yang mengalami kekerasan pasti mengalami tekanan, bahkan mungkin depresi dari curhat pada orang yang dipercaya secara psikologis dapat meringankan beban serta kadangkala dapat menemukan solusi tebaik dari permasalahan yang dihadapi.
Kedua, renungkan saran dan nasihatnya. Curhat berarti membuka kesempatan pada orang yang anda percaya untuk ikut merasakan, memahami sekaligus intervensi. Artinya, jka sang teman memberikan saran maupun alternatif, bukalah mata hati, renungkan saran dan nasihatnya. Ambil segi positifnya.
Ketiga, mintalah suami konseling. Kebiasaan suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga tertentu perlu diwaspadai. Secara baik-baik mintalah suami konsultasi dengan pakar dan melakukan terapi, tentu saja harus pandai mencari waktu yang tepat untuk membiarkannya. Keempat, segera mengambil keputusan. Jika suami makin kerap melakukan kekerasan dalam rumah tangga, maka korban berhak untuk mendapatkan perlindungan dari semua pihak baik itu perlindungan dari masyarakat ataupun dari  kelembagan hukum baik formal maupun informal (vide: Pasal 10 UU No.23 Tahun 2004).

Terlepas dari penyebab dan upaya penanggulangan peristiwa KDRT sebagaimana tersebut, terjadinya peningkatan angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga selain disebakan faktor ekonomi dan perselingkuhan, semuanya tetap kembali di tangan komunitas keluarga (suami dan istri) yang sakral itu. Untuk mengerti, mengetahui, dan taat atau tidak taat (obey/ disobey) pada aturan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu kejahatan yang diatur dand iancam dijatuhi pidana sebagimana tersebut dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 sebagai lex specialis dari KUHP. Dalam system pidana Indonesia asas “iedereen wordt geacht de wet te kennen (semua orang mesti dianggap tahu tentang hukum)” sehingga tidak ada alas an apa pun bagi pelaku tindak pidada KDRT untuk lari dari tanggung jawab atau kewajiban hukum dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya.

NOOR AUFA,SH,CLA
+6282233868677
Advocate - Legal Consultant - Mediator - Legal Auditor

No comments:

Post a Comment

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)